Sabtu, 17 Agustus 2013

Populasi IKan Terubuk Kian Langka Diperairan Labuhanbatu

 
Kabupaten Labuhanbatu merupakan salah satu daerah yang memiliki sumberdaya perikanan yang cukup dikenal lumayan besar sejak dahulu kala. Terutama yang berasal dari kawasan Tanjung Sarang Elang Kecamatan Panai Tengah  dan Sungai Berombang Kecamatan Panai Hilir, Kabupaten Labuhanbatu.
Kedua daerah itu  mempunyai komoditi perikanan yang beraneka ragam. Salah satunya adalah ikan terubuk dengan telurnya merupakan makanan khas yang menjadi kebanggan masyarakat khususnya  di daerah pesisir pantai  Kabupaten Labuhanbatu.
Sayangnya bila melihat populasi  ikan Terubuk saat ini sudah sangat menurun, bahkan sudah jarang ditemui dipasar-pasar tradisional yang biasanya menjadi tempat penjualan ikan Terubuk dimasa  lalu.  Ikan yang yang memiliki kebiasaan hidup di muara sungai seperti dipertemuan antara Sungai Barumun  dengan air laut di Tanjung Sarang Elang dan Sungai Berombang ini cukup populer karena kelezatan telur dan dagingnya yang khas.
Faktor rasanya yang lezat itu kemudian membuat harga ikan ini meroket hingga menjadi harganya cukup mahal. Bayangkan untuk  1 Kg telur ikan terubuk  ini, kini telah mencapai harganya sekitar Rp2 jutaan lebih, sedangkan dagingnya hanya sekitar ratusan ribu per kg. Sehingga tak heran jika jenis ikan ini selalu menjadi incaran para nelayanan dan konsumen yang menjadi penikmat telur ikan Terubuk.
Akibat itu pula, membuat populasi ikan pemakan plankton (Buih) ini sudah sangat jarang ditemui di muara Sungai Barumun dan Laut Sungai Berombang.  Ekploitasi yang berlebihan (over exploitation) yang dilakukan para nelayan juga menyebabkan ikan Terubuk ini semakin sulit ditemukan  saat ini.  Apalagi yang paling diburu para nelayan dan konsumen, umumnya  adalah telur  ikan terubuk, sehingga membuat populasi ikan berwarna perak itu  mengalami penurunan yang cukup drastis. Kini malah semakin langka keberadaannya di alur sungai yang bisanya menjadi tempat habitat ikan ini.
Abdul Karim Nasution, 70,  warga Dusun Bulu Tolang, Desa Sei Siarti, Labuhanbatu dalam satu kesempatan  mengatakan, dirinya sudah puluhan tahun melakoni pekerjaannya sebagai nelayan tradisional penangkap ikan Terubuk.  
“Sudah puluhan tahun jadi penangkap ikan terubuk. Ya, sekarang jumlah ikan terubuk sudah jauh berkurang,” bebernya.
Kata Karim, beberapa dekade lalu para nelayan masih berpeluang mendapatkan ikan terubuk sekira 5-10 ekor perharinya. Tapi saat ini, kata dia untuk memperoleh satu ekor ikan Terubuk saja, satu hari  pun justru belum tentu mendapat jaminan bisa diperoleh.
“Sehari belum tentu mendapat ikan satu ekorpun,” imbuhnya kala itu.
Ikan ini juga terancam mengalami kepunahan  lantaran dugaan pencemaran limbah dari sejumlah industri pabrik kelapa sawit (PKS) yang semakin bertambah  disekitar muara Sungai di kawasan Labuhanbatu.##

Ikan Terubuk Menjadi Simbol Pemerintah Daerah (Logo)
            Kebanggan terhadap ikan Terubuk itu juga sengaja diimplementasikan pemerintah daerah pada logo Pemkab Labuhanbatu.  Sesuai infomasi yang diperoleh, pemakaian logo pemkab Pemkab Labuhanbatu  yang memiliki gambar padi, karet, Kelapa Sawit dan ikan Terubuk hingga kini masih menjadi logo atau simbol. Menurut berbagai sumber penetaapan logo Pemkab Labuhanbatu yang menyertakan gambar dua ekor ikan Terubuk diantara gambar komoditi itu  sekitar tahun 1980-an. Pemerintah daerah bersama sejumlah tokoh masyarakat sepakat menetapkan logo itu sebagai simbol dan  ciri khasnya Labuhanbatu.
Oleh sebab itulah, kemudian agar tidak menjadi kenangan dibutuhkan penanganan khusus dari masyarakat maupun pemerintah daerah untuk melestarikan ikan Terubuk. Misalnya, dengan melakukan budidaya supaya ikan ini tidak terancam mengalami kepunahan. Tujuannya adalah, agar suatu saat nanti anak cucu maupun generasi mendatang  masih tetap dapat mengenal dan dapat menikmati bagaimana  gurihnya rasa  daging dan telur ikan terubuk tersebut.  
Sebab kalau tidak ada penanganan budi daya yang lebih serius didukung pemerintah daerah, bisa jadi ikan Terubuk hanya tinggal menjadi legenda  bagi anak-cucu digenerasi mendatang  di  Kabupaten Labuhanbatu. Akhirnya, mereka  hanya dapat mendegar cerita seperti dogeng dimasa lalu tentang keberadaan ikan Terubuk yang sempat menjadi kebanggan  warga  Labuhanbatu dimasa tempo dulu. Alhasil, riwayat ikan Terubuk ini bias menjadi seperti cerita dinasourus yang kini tidak dapat ditemukan lagi kecuali  tinggal legenda dan posil dari tulang belulang binatang yang berbadan besar tersebut dapat dilihat melalui acara tayangan TV.
Begitupula halnya dengan ikan Terubuk. Tentu sayang sekali jika  Tetua nantinya hanya bias memperkenalkan ikan Terubuk itu hanya lewat  logo Pemkab Labuhanbatu  yakni, dua ekor ikan  Terubuk diantara tanaman karet dan sawit sebagai sumber pendapatan andalan saat ini.
Sungguh ironis sekali, jika hal itu yang  terjadi dimasa yang akan datang. Namun, yang jelas kalau tidak ada semacam budidaya ataupun penyelamatan untuk kelangsungan  ikan Terubuk tersebut kita khawatir generasi mendatang  bakal tidak  akan dapat lagi merasakan kelezatannya dari daging dan telur yang dihasilkan oleh ikan Terubuk tersebut. Karena sudah mulai mengalami kepunahan saat ini. Padahal dahulunya ikan ini termasuk salah satu jenis ikan ekonomis penting yang menjadi primadonanya  dibeberapa muara sungai di Kabupaten Labuhanbatu. Hal itu akibat mudahnya diperoleh para nelayan.
Salah seorang warga Kabupaten Labuhanbatu, Zulham Abdul Fattah  Nasution, 54 sempat menyampaikan kekhawatirannya kepada penulis terhadap eksistentsi ikan Terubuk yang kini sudah sangat jarang ditemui disejumlah perairan pesisir pantai Labuhanbatu. Katanya,  tahun 1980-an, dirinya masih sempat merasakan betapa nikmatnya telur dan daging ikan itu.
“Tapi kalau sekarang ini, saya sendiri  tidak pernah lagi melihatnya. Kita khawatir ikan Terubuk itu akan menjadi kenangan kalau tidak ada perhatian pemerintah untuk membudidayakannya,”ungkapnya dalam satu kesempatan.
Dia mengatakan, pada anggaran APBD Pemkab Labuhanbatu tahun 2012 pernah  dialokasikan  anggaran sebesar Rp60 juta di dinas peternakan dan perikanan  khusus untuk budidaya ikan Terubuk. Namun hingga sekarang tidak jelas bagaimana penggunaan anggaran budi daya ikan Terubuk tersebut. Sebab, tidak ada informasi terkait perkembangan habitat ikan Terubuk di Labuhanbatu sampai sekarang.
“Itu pernah saya tanya, bagimana mengelola anggaran budi daya ikan Terubuk itu, tapi tak jelas keterangan dari dinas perikanan,. Kata mereka mau kerjasama dengan universitas jurusan perikanan,”bebernya.
Salah seorang  anggota DPRD  Labuhanbatu, Muhammad Riadi dalam satu kesempatan mengatakan kekhawatirannya tentang populasi ikan Terubuk yang semakin terancam saat ini diperairan Labuhanbatu. Maka itu dia mendesak pemerintah daerah agar turut campur dalam penanganan peningkatan populasi ikan Terubuk agar tidak hanya tinggal menjadi cerita dimasa mendatang kepada generasi berikutnya.
“Kalau pemerintah daerah tidak menaruh perhatian terhadap peningkatan populasi ikan Terubuk, tidak tertutup kemungkinan nama ikan  itu akan tinggal kenangan saja,”ungkapnya.
Selain itu, Alumni IPB ini menambahkan, seharusnya pemerintah melakukan budi daya dan melakukan konservasi ikan terubuk. Baik itu dengan cara mengundang pihak ketiga untuk dapat melakukan kajian  terhadap tata cara  budi daya ikan Terubuk. Ditambah lagi dengan salah satu gambar yang terdapat dalam logo Pemkab Labuhanbatu adalah ikan Terubuk, sehingga sangat perlu   dilestarikan. 
“Makanya tidak ada pilihan lain, pemerintah harus  turut mendorong budi daya ikan Terubuk supaya populasinya semakin bertambah. Sebab, kalau pemerintah memang mau, saya kira tidak sulit untuk membudidayakan ikan ini,” tandasnya.
  Optimisme Riadi tersebut cukup beralasan bagimana untuk meningkatkan populasi ikan tersebut. Karena  di Labuhanbatu sendiri kini sudah banyak sarjana yang memiliki latar belakang ilmu pengetahuan   perikanan, sehingga tidak perlu diragukan lagi sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki mereka. Hanya saja pemerintah harus dapat mengalokasikan anggaran agar bias melakukan pengembangbiakan ikan Terubuk tersebut untuk mengantisifasi kepunahan dimasa yang akan datang.
Humas Pemkab Labuhanbatu Sugeng ketika dikonfirmasi mengatakan, terkait dengan budidaya ikan Terubuk tersebut sudah ada rencana Dinas Perikanan setempat untuk melakukan semacam kajian dengan pihan Universitas Riau (UNRI). Rencana tersebut sudah diagendakan akan dilaksanakan pada akhir tahun 2013 ini.
“Sebenarnya saya tidak tahu banyak soal agenda budi dayaikan Terubuk ini. Tetapi pernah saya dengar informasi bahwa ditahun 2013 ini akan dilakukan kajian terkait rencana bagamana budi daya ikan Terubuk,"tandasanya. (sartana nasution)

Teks Photo: Telur ikan Terubuk yang sering dimintai warga

Minggu, 14 Juli 2013

Mesjid Raya Rantauprapat Tak Terlepas Dari Rangkaian Sejarah Kerajaan dan Penjajahan Belanda


Mesjid Raya Rantauprapat Tak Terlepas Dari Rangkaian Sejarah Kerajaan dan Penjajahan Belanda

Sejarah Mesjid Raya (Agung) Jalan Ahmad Yani Rantauprapat, tidak terlepas dari rangkaian perkembangan dari sejarah kerajaan di kawasan Labuhanbatu pada masa penjajahan Belanda. Meskipun bentuk dan gaya ornamennya tidak begitu tampak kuno, namun kalau menurut sejarahnya, pertapakan mesjid itu merupakan tanah wakap dari Kerajaan Bilah pada masa penjajahan Belanda sekitar tahun 1930-an di Rantauprapat.
Pada masa itu, Kerajaan Bilah diberi kewenangan oleh kaum penjajah Belanda untuk melakukan pemungutan pajak (Balasting) kepada masyarakat diwilayah itu. Hal ini berkaitan dengan sikaf licik Belanda agar mereka tetap bisa membina hubungan yang harmonis dengan kerajaan-kerajaan yang ada di sekitar Labuhanbatu Raya.
Sejalan dengan itu, pemangku Kerajaan Bilah yang cukup tersohor pada masanya, berhasil melakukan pemungutan pajak. Ia pun kemudian memiliki inisiatif untuk mendirikan sebuah mesjid sekitar tahun 1930-an sebagai tempat beribadah bagi kaum muslimin  di Kota Rantauprapat.
Konon dari sisa lebih pungutan  pajak di Labuhanbatu, pihak kerajaan menggunakannya modal awal untuk membangun empat buah mesjid sekaligus yakni, Mesjid Raya Rantauprapat,  Mesjid Kulauh Hulu, Mesjid Kota Pinang serta sebuah Mesjid Raya di daearah Pesisir Pantai, Kecamatan Labuhan Bilik.  
Keemepat mesjid ini pun memiliki ciri khas yang hampir mirip, baik ornamennya maupun bentuk kubahnya yang tidak jauh berbeda. Meski perkembangan pembangunan begitu pesatnya zaman sekarang,  Mesjid Raya Rantauprapat  masih tetap mempertahankan keaslian bangunannya, seperti yang terlihat pada kubah utamanya yang masih terbuat dari kayu yang kokoh, sekaligus menjadi langit-langitnya.
Mesjid yang berada dipinggir jalan raya itu  sudah berusia sekitar 80-an tahun lamanya, namun kondisinya masih tetap menonjolkan  bagunan tua yang menghiasai mesjid tersebut . Hanya saja ukurannya sedikit di perbesar dari ukuran aslinya.
Selain itu, hiasan-hiasan kecil pada temboknya masih jelas terlihat sekaligus mengingatkan kita kepada rumah-rumah kerajaan melayu yang biasa ditemui di kawasan Sumatera Utara. Artinya, raja yang membangun mesjid tersebut tidak melepaskan ciri khas Melayu yang cukup tersohor pada zaman itu.
Sayangnya, untuk mengetahui  siapa nama Raja Kerajaan Bilah pada masa pembangunan mesjid itu belum dapat diketahui secara pasti.   Misalnya saja,  Departemen Agama di Labuhanbatu sebagai pengelola mesjid tidak memiliki data apapun tentang mesjid yang dianggap memeiliki sejarah  ini.
“Kita tidak pernah dilaporkan pihak mesjid tentang pendidriannya. Data tentang mesjid itupun tidak kita miliki kecuali dari cerita orang tua,” ujar salah seorang pegawai Depag  ketika wartawan melakukan pencarian data mesjid tersebut. 
Sementara itu, bentuk kubah mesjid ini  terdiri dari tiga buah. Satu terdapat sebagai menara utama yang paling tinggi yang posisinya berada dibagian belakang. Sedangkan dua lagi pada pintu menuju masuk kedalam mesjid. Selanjutnya, pada pintu pagar juga terdapat dua menara layaknya seperti mesjid Raya Al-Maksum Jalan SM Raja Medan. Simbol suku melayu masih melekat dengan dominasi warna kuning pada mesjid, meski telah terdapat warna hijau pada bagian kubahnya. 
Menurut salah seorang penasehat kenaziran mesjid, Almarhum Abdul Madjid Dalimunthe dalam satu kesempatan  mengatakan, sejak kemerdekaan Republik Indonesai, Mesjid tersebut masuk dalam pengawasan Departemen Agama, hingga kemudian nama Mesjid Raya dirubah menjadi Mesjid Agung Rantauprapat. Dalam perkebangannya, mesjid tersebut pernah  memiliki Klinik Kesehatan dan  juga Sekolah Madrasah yang berada didalam lingkungan mesjid.
“Sejak zaman Belanda nama Mesjid Raya sekitar tahun 1986 di rumah menjadi Mesjid Agung Rantauprapat,” ujar lelaki yang pernah menjadi nazir mesjid di tahun 1984 hingga 1989 ketika ditemuai dirumahnya   yang tidak jauh dari lokasi Mesjid tersebut.
Selanjutnya dikatakan Abdul Madjid, klinik yang terdapat di lokasi mesjid tersebut, dikelola oleh dua dokter, yaitu dokter umum dan satu orang dokter gigi.  Dari pendapatan yang diperoleh kedua dokter itu setiap satu pasien  akan meberikan sumbangan untuk mesjid sebesar Rp1000. Namun seiring dengan pelayanan Rumah Sakit Daerah (RSUD) Rantauprapat yang memberikan pelayanan Jamkesmas dan Jamkesda klinik dilingkungan mesjid akhirnya ditutup.
Sementara itu, selama bulan puasa, rutinitas kegiatan ibadah dilasakanakan sebagaimana bisanya dengan mesjid lainnya. Pengajian (tadaruz) setiap malam berkumandang di Mesjid Raya ini begitu juga dengan kegiatan ibadah sholat Taraweh, maupun sholat lima waktu, selalu tampak ramai disana. Begitu juga siang hari, setelah sholat Zhuhur banyak warga yang istrahat sambil menunggu datangnya waktu sholat Ashar.
Betapa banyak keutamaan bulan puasa ini membuat Mesjid Raya Rantauprapat selalu ramai di kunjungi jemaah. Halaman mesjid yang luas menjadikan kenyaman tersendiri bagi orang yang  melintas di Jalan Lintas Sumatera untuk istrahat sekaligus melaksankan sholat di Mesjid itu. Sebab halamannya juga cukup luas membuat pemilik kenderaan merasa nyaman  karena  tidak sulit untuk memarkirkan kenderaan mereka.
Bahkan bagi sebahagian warga yang melakukan perjalanan jauh misalnya dari Medan menuju Sidempuan atau Jakarta, Mesjid  Raya Rantauprapat menjadi tempat pilihan untuk lokasi istrahat dan sekaligus dapat melaksanakan ibadah sholat.
Salah seorang warga Akhyar, 28 mengatakan,  dirinya lebih menyukai sholat di Mesjid Raya Rantauprapat, karena lokasinya berada persisi di jalan Lintas Sumatera. Selain itu kondisi airnya  sangat baik karena jarang terjadi macet dan tidak seperti air di Mesjid yang dikelola oleh pemerintah daerah di kawasan Ujung Bandar. (sartana nasution)



Teks Photo: Mesjid Raya Rantauprapat tampak ornamennya masih terjaga seperti pada zaman kerajaan di masa lalu. Bangunan Mesjid itu awalnya didanai dari sebahagian sisa kutipan pajak di zaman penjajahan Belanda.

Minggu, 27 Januari 2013

Pelabuhan, Sumber Pendapatan Asli Daerah yang Terabaikan


Catatan: Sartana Nasution

Pelabuhan, Sumber Pendapatan Asli Daerah yang Terabaikan

Pelabuhan di Labuhanbatu ternyata menyimpan potensi yang cukup besar sebagai salah satu penyumbang pendapatan asli daerah (PAD).Namun hingga saat ini,keberadaanya tidak diperhatikan secara serius oleh pemerintah daerah.
Jika pelabuhan ini digarap secara serius,bukan saja menjadi penyumbang PAD, tetapi juga akan dapat menyerap tenaga kerja yang besar.Pemkab Labuhanbatu selama ini sering mengeluhkan masalah pencapaian target PAD yang selalu tidak terpenuhi hingga 100%.Bahkan,untuk mencapai 50% saja terkadang sangat memerlukan perjuangan yang cukup berat bagi aparat pemerintah daerah.
Tak jarang DPRD setempat terus menekan pemkab agar target terealisasi.Namun tetap saja realisasi PAD selalu meleset. Padahal kalau mau jeli, objek pajak yang dapat menambah PAD masih banyak.Salah satunya sektor pajak yang berpotensi adalah dari sektor pelabuhan.Seperti pembangunan kawasan pelabuhan (trade fort) di kawasan pesisir Pantai Labuhanbatu.Saat ini keadaanya terbengkalai,tak terurus.
Padahal kalau digarap serius akan menjadi sumber PAD yang berharga.Ibarat kata,bagai intan di dalam lumpur. Pelabuhan di Labuhanbatu bukan saja menyimpan potensi PAD yang besar,tetapi juga letaknya yang strategis. Jika dibandingkan dengan Pelabuhan Belawan,maka pelabuhan di Labuhanbatu lebih dekat dengan Fort Klang Malaysia dan Singapura.Ini mengingat pelabuhan di Labuhanbatu langsung berbatasan dengan perairan laut bebas di kawasan Selat Malaka.
Dengan begitu, potensi perairan yang ada di pesisir Labuhanbatu cukup bagus jika dikembangkan menjadi lokasi pelabuhan. Bila hal ini dapat terealisasi bukan tidak mungkin tingkat perekonomian dan PAD Kabupaten Labuhanbatu akan jauh lebih baik. Namun kita juga menyadari pembangunan pelabuhan itu tidak semudah membalikan telapak tangan. Bagaimanapun juga untuk membangun sebuah pelabuhan,tentu membutuhkan investor yang kuat.
Sebenarnya saat mantan Gubernur Sumut almarhum Raja Inal Siregar dan mantan Bupati Labuhanbatu T Milwan rencana pembangunan kawasan pesisir pantai Labuhanbatu sebagai lokasi pelabuhan sudah disampaikan.Bahkan T Milwan sudah pernah mengundang investor luar negeri dan menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) antara Gubsu dan Bupati Labuhanbatu dengan para investor dari Malaysia, Executive DirectorSSC Comodities SD BHD Raja Abdul Razak bin Baharuddin dan Chairman Integrax Berhard,Harun Rosip.
Bahkan sudah melakukan pembicaraan serius bagaimana cara untuk merealisasikan proyek pembangunan pelabuhan pada 2004 lalu.Pada waktu itu, sudah ada semacam kesepakatan. Investor dipersilahkan melakukan studi kelayakan untuk membuat rencana pembangunan pelabuhan. Saat itu lokasi yang ditawarkan di muara Daerah Aliran Sungai (DAS) Bilah dan DAS Barumun di Desa Tanjung Sarang Elang,Kecamatan Panai Tengah,Labuhanbatu.
Kemudian berpindah ke daerah Sei Tawar Kecamatan Panai Hilir,Kabupaten Labuhanbatu. Kerja sama juga lebih ditajamkan dengan perjanjian kerjasama pembentukan perusahaan patungan (joint venture) dalam pengelolaannya. Bukan saja dengan Malaysia. T Milwan juga pernah menawarkan dengan investor Korea Selatan PT Sungwon.Tapi sayangnya, para investor itu belum membuahkan hasil sampai sekarang ini.
Kedua perusahaan yang sudah melakukan survei gagal memulai pembangunan pelabuhan. Penyebabnya terjadi tingkat pendakalan yang cukup besar,sehingga di nilai masih kurang baik.Ironisnya, pelabuhan tradisional yang ada di Desa Tanjung Sarang Elang masih kerap dijadikan sebagai pintu masuk barang ilegal dari luar negeri.Seperti yang terjadi beberapa bulan lalu,ratusan ton bawang Bombai dan bawang merah lolos begitu saja.


Pemprov Siap Kucurkan Bantuan

Meskipun telah dua kali membuat rencana pembangunan pelabuhan tetapi gagal,yakni saat Pemkab Labuhanbatu membuat komitmen dengan dua investor. Yakni,Director SSC Comodities SD BHD Raja Abdul Razak bin Baharuddin dan Chairman Integrax Berhard,Harun Rosip serta investor asal Korea Selatan PT Sungwon,tak membuat pemkab patah arang.
Kini pada 2013,Pemkab Labuhanbatu akan memulai lagi rencana pembangunan pelabuhan di Kecamatan Panai Hilir.Sejauh ini Pemerintah Provinsi Sumatera Utara bahkan telah mengalokasikan anggaran melalui dana bawahan daerah (DBD).
Bupati LabuhanbatuTigor Panusunan Siregar pun membenarkan soal alokasi DBD itu.“APBD Provinsi Sumut tahun anggaran 2013 sudah mengalokasikan DBD untuk bangun pelabuhan di Labuhanbatu,”ucapTigor P Siregar.Namun,kataTigor, terjadi perubahan rencana terhadap lokasi pembangunan pelabuhan.Pada masa kepemimpinan Bupati T Milwan berada di muara Daerah aliran Sungai (DAS) Bilah dan DAS Barumun di Desa Tanjung Sarang Elang, Kecamatan Panai Tengah.
Tapi kini akan dialihkan daerah Se Tawar,Kecamatan Panai Hilir, Kabupaten Labuhanbatu. Alasan pemindahan,kata Tigor, diakibatkan,hasil survei yang pernah dilakukan perusahaan dari luar negeri menyebutkan jika muara Tanjung Sarang Elang tingkat endapan sedimen tanah jauh lebih tinggi daripada lokasi yang baru ditetapkan.
“Karena muara Tanjung Sarang Elang sering terjadi pendangkalan. Itu dasarnya pihak Korea yang pernah melakukan studi kelayakan membatalkan rencana pembangunan pelabuhan di kawasan itu,” ujarTigor. Sementara itu,mengenai informasi kawasan Sei Tawar yang disebutkan masih dalam areal kawasan hutan, Pemkab Labuhanbatu sudah mengusulkan pelepasannya ke pihak Kementerian Kehutanan,belum lama ini.
Menurutnya ada beberapa titik kawasan hutan dan pulau yang diusulkan untuk pelepasan. Namun,Tigor belum berani memberikan keterangan lokasi dan luasnnya yang akan dikeluarkan sebagai kawasan hutan tersebut. “Masih menjadi rahasia kedinasan. Nanti,ya akan saya publikasikan,”katanya seraya menambahkan jika kawasan di Sei Tawar itu juga sudah ditawar pihak investor dari Malaysia.
Sementara Pelaksana tugas (Plt) Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho dalam suatu kunjungan ke Labuhanbatu akhir 2012 menjelaskan,pihaknya telah melakukan permohonan revisi SK Menteri Kehutanan No 44/ 2005 yang mengatur tentang jumlah luas hutan di Sumut, termasuk dalam hal ini di Labuhanbatu.Bahkan,untuk itu para wali kota dan bupati se Sumut telah dikonvilasi datadata tentang itu.Dan,kini tahap finalisasi.
Pemprov Sumut,ujarnya, beberapa waktu lalu juga telah mengajukan permohonan terhadap revisi ke Kementerian Kehutanan yang berisi penentuan kawasan hutan dan izin HGU lahan milik perusahaan perkebunan yang tidak dikelola di Sumut,termasuk yang ada di Kabupaten Labuhanbatu. Kementerian Kehutanan akan meninjau kawasan hutan dan hak guna usaha (HGU) perusahaan perkebunan yang tidak mengelola lahannya di Sumatera Utara.
“Kami (Pemprov Sumut) sudah mengkonvilasi dari kabupaten kota,lalu memohon supaya ditinjau ulang tentang masalah kehutanan.Salah satunya termasuk revisi ada lahan HGU yang tidak dikelola oleh perusahaan perkebunan di Sumut.Itu termasuk kami minta supaya ditinjau ulang,”kata Gatot. Permohonan revisi itu kini sedang dalam proses finalisasi di Jakarta.
Pada pertemuan terakhir,Kementerian Kehutanan telah mengundang gubernur,bupati dan wali kota se-Sumut untuk menyampaikan hasil terpadu tentang permohonan pengajuan revisi tersebut.
“ Tapi masih ada juga bentuk komplain dari masyarakat. Dan Kementerian Kehutanan telah menyampaikan hasil klarifikasinya tentang usulan pengajuan permohonan itu dan masih diklarifikasi, sehingga belum selesai,” ucapnya.



Akses Jalan Harus Diperbaiki
Seiring dengan rencana pembangunan pelabuhan, Pemkab Labuhanbatu dituntut memperbaiki insfrastruktur jalan menuju kawasan pesisir pantai. Sehingga nantinya akses jalan tidak menjadi salah satu keluhan serta kendala bagi armada angkutan logistik menuju pelabuhan yang bakal dibangun.
Jika tidak diperbaiki maka pengangkutan logistik seperti perusahaan perkebunan penghasil cruide palm oil (CPO) akan dapat mengurungkan niatnya menggunakan jasa pengangkutan melalui jalur laut. Apalagi jalan yang ditempuh menuju lokasi pelabuhan membutuhkan waktu yang cukup lama. Belum lagi resiko tingkat kemanan produk yang diangkut sangat rentan bermasalah.
Namun bila jalan dan pelabuhan sudah baik , angkutan CPO maupun logistik lainnya diyakini banyak memilih menggunakan jasa teransfortasi pengakutan melalui pelabuhan di Labuhanbatu dibandingkan pelabuhan Belawan, Medan yang penuh resiko. Jalur pelabuhan Labuhanbatu juga jauh lebih dekat menuju keluar negeri seperti, Fort Klang Malasia maupun Singapura dibandingkan melalui pelabuhan Belawan.
Disisi lain, ada nilai positif untuk jangka panjang bagi  jalan lintas sumatera (Jalinsum)  jika pelabuhan Labuhanbatu direalisasikan. Paling tidak tingkat keramaian truk logistik yang melintas di Jqalinsum dapat berkurang karena mereka telah menggunakan jalan menuju pelabuhan Labuhanbatu. Tidak seperti kejadian selama ini  truk konteiner dan CPO kerap dijumpai  beriringan di Jalinsum  menuju pelabuhan Belawan.
Dari pengamatan penulis, konsep perencanaan pembangunan jalan darat dipesisir timur yang direncanakan melalui Deliserdang hingga Kabupaten Labuhanbatu Selatan masih terkendala. Padahal, apabila ini dibagun daerah hinterland yang masih terisolir dapat ditembus dengan penyediaan prasarana jalan darat. Tentunya dapat mendukung pembangunan pelabuhan di Labuhanbatu sesuai konsep pembangunan jalan darat pesisir pantai timur tersebut.
Diantaranya melintasi kawasan PT Hari Sawit Jaya (HSJ) Kecamatan Bilah Hilir, Labuhanbatu menuju kawasan Kampung Mesjid, Kualuh Leidong di Labuhanbatu Utara (Labura). Jika jalan sudah ada dan baik maka akses transportasi di Kecamatan Kualuh Leidong dapat menghubungkan ke sembilan desa dikawasan itu. Misalnya, Desa Kuala Bangka, Kampung Mesjid, Teluk Pulai, Sei Rebut, Teluk Pulai Dalam, Teluk Pulai Luar. Kemudian Desa Kelapa Sebatang, Tanjung Leidong, Simandulang. Kesemuanya sudah dekat dengan kawasan rencana lokasi pembangunan pelabuhan di Labuhanbatu.
Sedangkan untuk penghubung ke kawasan Labuhanbatu Selatan (Labusel), dari pesisir pantai Labuhanbatu dapat ditembus melalui beberapa desa yang menghubungkan ke Kampung Rakyat, Kabupaten Labusel.
Menurut Bupati Labuhanbatu, Tigor Panusunan Siregar jalan desa dikawasan itu sudah ada. Tinggal hanya meningkatkan kwalitas jalan tembus saja. Sementara Tigor menduga lemahnya minat Pemkab Labura membangun jalan itu dikarenakan adanya kekhawatiran, jika warga dipedalaman Labura bakal memilih menggunakan akses pembangunan yang akan berkiblat perekonomiannya ke Labuhanbatu.
"Kalau jalan itu dibangun maka warga Labura lebih memilih jalan yang dibangun Labuhanbatu. Termasuk perekonomiannya dibawa ke arah Labuhanbatu. Maka saya duga pemerintah Labura belum berminat membangun jalan didaerah itu,"kata Tigor dalam satu kesempatan.
Tigor berharap jika pelabuhan digarap secara modren serta dilengkapi akses jalan yang mendukung bisa jadi ladang pendapatan asli daerah (PAD) yang tinggi. Sebab perusahaan pabrik kelapa sawit (PKS) yang beroperasi di Kabupaten Labuhanbatu saja jumlahnya mencapai puluhan. Belum lagi dari dua daerah pemekaran yakni, Labura dan Labusel.
Dari kedua daerah ini juga banyak PKS yang menghasilkan CPO. Mereka tentunya dapat menggunakan jalur laut jika pembangunan pelabuhan ini dapat terealisasi. (SARTANA NASUTION)

Teks Photo: Sejumlah kapal pengangkut kayu tampak sedang bersandar di Pelabuhan tradisional di Tanjung Sarang  Elang Kabupaten Labuhanbatu