Minggu, 28 Oktober 2012

Melirik Kehidupan Warga Desa Bandar Tinggi


Melirik Kehidupan Warga Desa Bandar Tinggi
Menantikan Sentuhan Pembangunan di Lereng Bukit Barisan


Seperti menunggang kuda. Begitulah yang dirasakan penulis saat  melintasi jalan pegunungan yang berkelok-kelok dengan sepeda motor menuju Dusun Pondok Papan, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhanbatu.
Kawasan ini tergolong sebagai daerah terisolir karena kondisi insfrastruktur yang buruk. Selain medan jalan yang terjal karena berada dilereng Bukit Barisan, kondisi badan jalan juga mengalami kerusakan yang cukup parah.
Sebab berdasar pengakuan warga setempat, jalan ini memang sudah tidak pernah disentuh perbaikan dan pembangunan selama puluhan tahun. Terakhir diaspal saat Bupati Labuhanbatu masih dijabat Banua Rambe, tepatnya tahun 1988 lalu. Tidak ada alasan yang jelas, mengapa pemerintah daerah kurang memperdulikan daerah ini.
Warga bercerita jalan ini dulunya diaspal tahun 1998 lalu lewat program ABRI Masuk Desa (AMD). Pada masa itu warga lima dusun di Desa Bandar Tinggi, Kecamatan Bilah Hulu masih mudah melintasinya dengan kenderaan roda dua maupun roda empat.
Jalan ini memang sangat penting bagi warga, apalagi kala itu, menjadi satu-satunya sarana penghubung bagi warga yang ingin bepergian dengan menumpang bus ke Desa Simundol, Kecamatan Sigompulon, Kabupaten Tapanuli Selatan (sekarang Kabupaten Paluta)
Tapi itu hanya tinggal kenangan. Betapa tidak, saat ini pun kesulitan bagi warga melintasi jalan yang kerap digerus air hujan menuju lima dusun. Apalagi curah hujan di daerah pegunungan ini termasuk lebih tinggi dibandingkan di daerah lainnya. Akibatnya, pengendera sering kali terjerembab. Penulis sendiri pun sudah merasakan saat masuk kubangan lumpur dibadan jalan.
Setiap pengendera roda dua tentu merasakan goncangan hebat ketika melintasi jalan bertanah liat dan sedikit berbatuan sebagai sisa pengaspalan dimasa lalu. Kalau terjatuh akibat licinnya jalan mungkin tidak mengherankan lagi. Maka itu, dibutuhkan kelihaian dan harus ekstra hati-hati bagi pengendera agar tidak merasakan pengalaman buruk. Belum lagi disisi kiri badan jalan, ada jurang yang dalam. Pemandangan itu semakin membuat pengendera  merasa was-was.
Hanya mereka yang telah terbiasa dan tangguh sajalah yang bisa bertahan melintasi jalan gunung pada ketinggian sekitar 3000 kaki seperti ini. Mereka adalah, penduduk yang tinggal di kawasan  ini, sehari-hari umumnya hidup hanya sebagai buruh deres getah milik warga yang tinggal jauh dari lokasi pegunungan.
Beberapa rumah berdinding papan tersebar tak beraturan di daerah lembah dan bukit pegunungan itu. Namun ada juga yang sudah permanen dilengkapi parapabola.
Saat penulis berkunjung ke desa  ini belum lama ini, sejumlah bocah tanpa alas kaki terlihat berlarian senang. Sedangkan sebahagian lagi, anak-anak yang masih usia sekolaah, tampak baru saja pulang dari kebun. Ini terlihat dari pakaian mereka yang dipenuhi bekas tetesan getah yang sudah menghitam.
Konon, anak-anak didaerah pengunungan itu sudah terbiasa, membantu orang tua mereka untuk mengumpulkan getah karet. Tak jarang pula diantaranya terpaksa putus sekolah karena kondisi prekonomian yang tidak mendukung.
Meskipun kondisi perkampungan yang sangat sederhana dan insfrastruktur yang buruk anak-anak disana tampak bersemangat membuat wajah mereka sungguh elok.
Dalam kemeranaan dan dinginnya hidup disini, ternyata masih ada secercah tawa bocah. Mereka bermain dan melangkah melintasi gedung sekolah sederhana bertuliskan SDN No118430 Dusun Pondok Papan.
Menurut seorang warga setempat, Madlana Rambe,51 mengatakan, SDN No118430 Dusun Pondok Papan, Desa Bandar Tinggi, Kecamatan Bilah Hulu, itu baru dibangun sekitar tahun 1988 lalu. Itupun setelah ada desakan dari sejumlah warga dari lima dusun yang khawatir dengan pendidikan anak-anak mereka.
Sebelumnya dilokasi yang sama hanya terdapat sekolah swadaya masyarakat dari 5 dusun, yakni, Dusun Pondok Indomi, Pondok Tengah, Simpang Sawit dan Pondok Papan, Pondok Papan Tengah, dan Pondok Papan Ujung.
"Untuk dapat bersekolah anak-anak itupun ada yang terpaksa menempun perjalanan 3 Km dari rumah mereka, karena tidak ada lagi SD yang lain disini," kata Madlana Rambe yang mengaku sudah tinggal didaerah ini sejak tahun 1977 silam.
Selain kondisi jalan yang buruk, hanya memiliki satu SD, sarana kesehatan bagi 642 (pendataan tahun 1998) kepala keluarga (KK) kelima dusun ini pun tidak ada. Sungguh ironis, akibatnya warga sudah dapat dibayangkan. Warga yang mendadak sakit terpaksa harus menempuh perjalanan yang sulit dilalui kenderaan sekitar 16 Km menuju Desa Lingga Tiga.
"Memang dua kali seminggu ada datang bidan kemari. Kalau mau berobat harus bayar. Masalahnya kalau pas sakit mendadak, warga desa kami terpaksa menempuh jalan rusak hampir 16 Km," kata Madlana, yang termasuk tetua didaerah itu.
Diapun menyesalkan sikap pemerintah yang kurang memperhatikan pembangunan didaerah mereka. Padahal hasil bumi cukup melimpah dari kelima dusun tersebut, karena dapat menghasilkan getah 40 ton per minggu. Sementara produksi tandan buah sawit (TBS) sedikitnya 30 ton sekali panen atau sekali dalam dua minggu
Madlana pun mengaku tak lupa dengan ucapan Bupati Labuhanbatu Tigor Panusunan -Suharp Pane saat kampanye dulu. Waktu itu kedatangan Tigor sempat memberikan secercah harapapan bagi warga. Sebab, Bupati Tigor yang melintas kala itu, menyempatkan diri untuk membeli minuman mineral disalah satu warung di Dusun Pondok Papan. Tigor mengatakan keinginannya untuk memperbaiki jalan kedaerah mereka. Sayangnya janji itu belum terpenuhi sampai sekarang.
"Sekalipun saya tidak terpilih, saya tetap memperhatikan jalan ini. Begitu katanya. Tapi rupanya setelah duduk, dia belum mewujudkan janjinya itu sampai sekarang,"tutur Madlana.
Lain halnya dengan pendapat Selamet,48 warga Dusun Pondok Papan Ujung, Desa Bandar Tinggi, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhanbatu. Dia malah mengatakan, wajar saja pemerintah tidak menaruh perhatian ke daerah mereka karena kondisinya berada di daerah pegununangan.
Diapun mengaku tidak ambil pusing karena kesadaran sebahagian penduduknya juga masih kurang terhadap program pemerintah seperti pelayanan kesehatan. Banyak warga yang enggan mengikuti program Keluarga Berencana (KB), sehingga tak jarang dalam satu keluarga ada yang memiliki lima anak masih berusia sekolah dasar. Akibatnya, anak-anak usia sekolah itu dibawa menderes getah agar dapat meringankan pekerjaan orang tua.
"Bagaimana lagi, memang pola pikirnya yang kurang. Disini biasa anak-anak kadang sekoah dan kadang-kadang dibawa orang tuanya menderes,"ungkapnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbtau, Alwi Mujahid Hasibuan mengatakan, pihaknyaakan mengecek kondisi pelayanan kesehatan di yang dikeluhkan warga.
"Untuk sarana kesehatan di Desa Bandar Tinggi, sudah ada satu Puskesmas Pembantu di Desa Talun dan satu Pos Kesehatan Desa ( Poskesdes) di Desa Bandar Tinggi. Ini sudah sesuai Standar, tapi begitupun akan kami cek kelapangan,"tandasanya. (sartana nasution)